KODE
ETIK KEHUMASAN
ETIKA
PRAKTISI PUBLIC RELATIONS PROFESIONAL
DISUSUN
OLEH :
SODHIK
JADMIKO
1400030009
PRODI
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS
SASTRA, BUDAYA, DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunianya serta taufik dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam kaitanya penyelesaian tugas mata kuliah Kode Etik Kehumasan tentang
“ Etika Praktisi Public Relations Profesional “. Makalah ini di susun dengan
harapan agar dapat menambah pengetahuan
bagi pembacanya.
Tujuan
umum penyusunan makalah ini adalah memberikan wacana kepada pembaca sekaligus
sebagai penyelesaian tugas mata kuliah yang bersangkutan tentang Kode Etik
Kehumasan. Penyusunan makalah ini tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak. Tak lupa saya berikan ucapan terimakasih kepada bapak Ardiyanto
Wardhana, S.I.Kom.,M.A. selaku dosen mata kuliah Kode Etik Kehumasan,
teman-teman mahasiswa ilmu komunikasi yang sudah banyak memberikan masukan dan
support terhadap pemikiran bersama dan juga pihak media massa yang sudah
memberikan wawasan secara luas, serta tak lupa saya ucapkan terimakasih juga
kepada pihak perpustakaan yang sudah memberikan kontribusi besar terhadap
referensi-refensi yang diberikan.
Penulis
menyadari bahwa makalh ini masih jauh dari harapan sempurna dan semoga makalah
sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang penulis susun ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Sebelumnya mohon maaf apabila masih terdapat kesalahan penulisan ataupun
pemilihan kata-kata yang kurang berkenan. Maka dari itu penulis memohon kritik
dan saran, yang nantinya dapat menjadi evaluasi dan perbaikan makalah ini dan
juga makalah selanjutnya.
Yogyakarta, 20 Desember 2016
Sodhik jadmiko
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………. i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………… ii
BAB
I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 1
I.a.
Latar Belakang ………………………………………………….............. 1
I.b.
Tujuan Penulisan Makalah………………………………….................... 2
I.c.
Manfaat Penulisan Makalah………………………………...................... 2
I.d.
Rumusan Masalah……………………………………………................. 3
BAB
II PEMBAHASAN……………………………………………………………. 4
II.a.
Definisi kode etik.………………………………………………………. 4
II.b.
Fungsi dari kode etik profesi kehumasan………………………………. 4
II.c.
Macam – macam kode etik kehumasan.………………………………... 6
II.d. Etika sebagai standar
perilaku sosial…………………………………… 6
II.e.
Kode etik profesi kehumasan sangat penting…………………………... 6
II.f. Dampak
tidak
dijalankannya
kode
etik
humas………………………….. 8
II.g. Contoh kode etik humas………………………………………………. 9
II.h. Praktisi public relations
professional…………………………………... 12
BAB
III PENUTUP………………………………………………………………….. 13
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………….. iii
LAMPIRAN…………………………………………………………………………. iv
BAB I
PENDAHULUAN
I.A.
Latar Belakang
Tujuan
utama dari kode etik kehumasan adalah memberi pelayanan khusus dalam masyarakat
tanpa mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan demikian kode etik
kehumasan adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas
serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa
yang salah dan perbuatan apa yang harus di lakukan dan tidak boleh dilakukan
oleh seorang professional Public Relations.
Perkataan
profesi dan professional sudah sering digunakan dan mempunyai beberapa arti.
Dalam percakapan sehari-hari, perkataan profesi diartikan sebagai pekerjaan
(tetap) untuk memperoleh nafkah. Jadi profesi diartikan sebagai setiap kegiatan
tetap tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian
yang berkaitan dengan cara berkarya dari hasil karya yang bermutu tinggi dengan
menerima bayaran yang tinggi. Keahlian tersebut diperoleh melalui proses
pengalaman belajar pada lembaga pendidikan (tinggi) tertentu, latihan secara
intensif, atau kombinasi dari semuanya itu.
Pengembangan
profesi adalah orang yang mempunyai keahlian yang berkeilmuan dalam bidang
tertentu. Karena itu, ia secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga
masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang yang memerlukan keahlian
berkeilmuan itu. Pengemban profesi yang bersangkutan sendiri yang
memutuskan tentang apa yang harus
dilakukan dalam melaksanakan tindakan pengembanan profesionalnya. Ia secara
pribadi bertanggung jawab atas mutu pelayanan jasa yang dijalankan. Karena itu,
hakikat hubungan antara pengemban profesi dan pasien atau klienya adalah
hubungan personal, yakni hubungan antar subyek pendukung nilai.
Makalah
ini memuat tentang pentingnya etika profesi, kode etik dan tanggung jawab profesi.
Kode etik di susun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi
memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik kehumasan, sebagai contoh
bila seorang Public Relations (humas) di anggap melanggar kode etik tersebut,
maka dia akan di periksa oleh majelis kode etik kehumasan Indonesia bukanya
oleh pengadilan.
Ketaatan
tenaga professional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah
bersatu dengan pikiran, jiwa, dan perilaku tenaga professional. Dengan membaca
makalah ini di harapkan pembaca dapat memahami dan mengerti tentang yang
disebut etika profesi dan juga dapat memahami faktor dan hal-hal yang
berhubungan dengan etika dan tanggung jawab profesi. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa diri para elit professional tersebut ada kesadaran kuat untuk
mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian
profesi kepada masyrakat yang memerlukannya.
I.B.
Tujuan Penulisan Makalah
1. Sebagai
wawasan pengetahuan perkembangan kode etik dan tanggung jawab profesi kehumasan.
2. Memberikan
pengetahuan baru bagi pembaca, khusunya bagi penulis tentang pentingnya kode
etik tanggung jawab profesi kehumasan.
3. Untuk
mengetahui akibat yang kan terjadi apabila kode etik profesi kehumasan tidak
ada.
I.C.
Manfaat Penulisan Makalah
1. Berbagai
informasi baru tentang pentingnya kode etik kehumasan.
2. Sebagai
tambahan ilmu pengetahauan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.
3. Dapat
mengetahui dan memahami tujuan dari kode etik dan tanggung jawan profesi
kehumasan.
I.D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan maka dapat dirumuskan beberapa masalah ini yaitu sebagai
berikut :
1. Apa
Definisi kode etik ?
2. Apa
fungsi dari kode etik profesi kehumasan ?
3. Macam
– macam kode etik kehumasan ?
4.
Etika
Sebagai Standar Perilaku Sosial ?
5. Mengapa
kode etik profesi kehumasan sangat penting ?
6.
Dampak Tidak Dijalankannya
Kode Etik Humas ?
7. Contoh Kode
Etik Humas ?
8.
Praktisi
Public Relations Profesional ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kode
Etik
Dari segi etimologi (asal kata),
istilah etika berasal dari kata latin ethicus
yang berarti kebiasaan. Sesuatu dianggap etis atau baik, apabila sesuai dengan
kebiasaan masyarakat. Kenyataannya, banyak orang tertarik untuk mempelajari
etika, sehingga terdapat pengertian lain tentang etika ialah sebagai studi atau
ilmu yang membicarakan perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai
baik dan mana pula yang dinilai buruk.
Courtland L. Bovee dan John V. Thill
mendefinisikan etika adalah prinsip perilaku yang mengatur seseorang atau
sekelompok orang. Orang yang tidak memiliki etika, melakukan apapun yang
diperlalukan untuk mencapai tujuannya. Orang – orang yang memiliki etika
umumnya dapat dipercaya, adil, dan tidak memihak, menghargai orang lain, dan
menunjukan kepedulian terhadap dampak atas tindakan di masyarakat.[1]
Secara umum kode
etik merupakan suatu sistem norma, nilai, dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan apa yang salah, apa yang baik dan
apa yang tidak baik. Kode etik juga menyatakan perbuatan apa saja yang harus
dilakukan dan perbuatan apa saja yang harus dihindari. Singkatnya, kode etik
adalah suatu pola aturan, tata cara, pedoman, dan batasan-batasan ketika
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan tujuan untuk meningkatakan
kualitas anggota perusahaan. Kode etik biasanya berupa aturan tertulis yang
sistematis dan dengan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada
dan ketika dibutuhkan dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
B.
Fungsi Kode
Etik dalam Kegiatan Humas
Menurut Gibson dan Michel
(1945:449) fungsi dari kode etik adalah sebagai pedoman atau perlindungan dalam
pelaksanaan tugas profesional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang
profesional. Sedangakan menurut Biggs dan Blocher (1986:10) mengemukakan 3
fungsi dari kode etik, yaitu:
a) Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah
Dengan adanya
kode etik yang mengatur hubungan antara praktisi humas dengan pihak pemerintah
akan semakin memperjelas tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Hal ini menjadi sangat penting, karena dengan terjalinya
hubungan baik dengan pihak pemerintah sebagai pemangku kebijakan suatu daerah
tentunya sangat berpengaruh terhadap jalanya perusahaan, sehingga adanya kode
etik ini dapat meminimalisir tindak semena-mena pemerintah terhadap perusahaan.
b) Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi
Dengan
adanya kode etik humas akan memberikan penjelasan tentang bagaimana cara
menjalin hubungan yang baik dengan rekan kerja, yang tentunya akan sangat
berpengaruh terhadap performa dan motivasi kerja dari masing-masing aggota
humas.
c) Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi
Dengan adanya kode etik humas tentunya sangat berkaitan dengan hasil kerja
para praktisi dalam profesi humas. Praktisi humas yang bijaksana tidak akan
memberikan kemudahan terhadap penyelewengan kerja, yang mana tindakan tersebut
akan berdampak negatif baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
perusahaan. Praktisi humas yang baik, yang taat terhadap kode etik adalah
mereka yang meminimalisir sekecil apapun kesalahan dalam berkeja serta menjaga
nama baik profesinya.
Sedangkan beberapa pihak mengatakan
bahwa, fungsi kode etik hanyalah “ khotbah untuk panduan suara” dan tidak
membantu jika diperlukan : yakni tidak membantu training etika dan penalaran
moral atau pengembangan moral. Kode etik itu sebagai lembaga pedoman yang
konsisten untuk praktik PR di seluruh dunia. Apakah kode itu dipakai atau
tidak, itu biasanya tergantung kepada siapa yang bertanggung jawab dalam
pembentukan keputusan etis. Seoramg ahli etika mengatakan : Dasar pembuatan
keputusan etis di bidang kita akan terus berada di tangan praktisi individual.[2]
C. Macam-Macam Kode Etik Humas
Ada
4 macam kode etik yang harus praktisi humas taati. Keempat kode etik tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Code
of conduct, yaitu etika perilaku
sehari-hari terhadap integritas pribadi, klien dan majikan, media dan umum,
serta perilaku terhadap rekan seprofesi.
b) Code of
profession, yaitu etika dalam
melaksanakan tugas/profesi humas.
c) Code of
publication, yaitu etika dalam
kegiatan proses dan teknis publikasi.
d) Code of
enterprise, yaitu menyangkut
aspek peraturan pemerintah seperti hukum perizinan dan usaha, hak cipta, merk,
dll.
D.
Etika Sebagai Standar Perilaku
Sosial
Etika terkait dengan apa yang secara
moral dianggap benar atau salah dalam perilaku sosial, biasanya ditentukan oleh
standar profesi, organisasi, dan individu. Perilaku beretika merupakan
pertimbangan utama yang membedakan antara warga yang beradap dengan yang tidak
dalam masyarakat. Allen Center mengusulkan lima faktor yang mengatur perilaku
sosial.
1.
Tradisi. Bagaimana sebuah situasi dipandang
dan diberlakukan pada masa lalu.
2.
Opini Public. Perilaku yang dapat diterima oleh
mayoritas orang pada saat ini.
3.
Hukum. Perilaku yang dibolehkan dan yang
dilarang oleh undang-undang.
4.
Moralitas. Umumnya terkait dengan apa yang
dibolehkan dan dilarang pleh ajaran agama.
5.
Etika. Standar yang disusun oleh profesi,
organisasi, atau diri sendiri, berdasarkan suara hati- apa yang benar dan adil
untuk orang lain dan untuk diri sendiri.[3]
E. Pentingya Kode Etik Bagi
Praktisi Humas
Salah
satu alasan mengapa industri PR memunculkan kritik adalah kapan pula pada saat
politisi, perusahaan, ataupun selebritis bermasalah maka tindakan pertama yang
dilakukan PR adalah selalu menjadi penasihat mereka. Namun demikian, kebanyakan
penunjukan praktisi PR untuk suatu kasus akan membawa dampak baik, karena akan
memberikan kejelasan dan memberikan manfaat bagi setiap orang yang terkait,
termasuk media massa. Hal ini menunjukkan
bahwa pada dasarnya bukan praktisi PR-nya yang tidak bersifat etis
sehingga membutuhkan pandangan netral terhadap PR.
Baker & Martinson (2002)
mengatakan ada lima prinsip yang harus di patuhi individu dalam melakukan
pekerjaan. Prinsip tersebut yaitu kebenaran (
truthfulness), otentisitas (authenticity),
rasa hormat (respect), dan tanggung
jawab social (social responsibility).
Untuk prinsip kebenaranya, para praktisi PR ada dalam pengawasan ketat,
khusunya oleh paara jurnalis yang menganggap bahwa praktisi PR adalah “musuh”.[4]
Sebagaimana
lazimnya kaum profesional, praktisi humas (public
relations) memiliki etika profesi atau kode etik humas yang harus ditaati,
sehingga praktisi PR harus memiliki standar etika personal yang tinggi yang
mengilhami kerjanya sebagai PR.
Seorang
praktisi humas dikatakan profesional apabila pribadinya mampu memahami dan
menerapkan kode etik dengan benar sesuai profesi yang diembannya dan memberikan
dampak yang positif baik bagi profesinya maupun bagi dirinnya sendiri.
Sebagai
contoh seorang humas dituntut memiliki kemampuan seperti berkomunikasi,
mengorganisir, bergaul, berelasi, dan berkepribadian yang kuat. Selain itu juga
harus memiliki ketrampilan yang tinggi dalam bidang penguasaan teknologi
informasi untuk menunjang tuntutan pekerjaanya. Dari kemampuan dan ketrampilan
tersebut dapat dikatakan bahwa seorang praktisi humas adalah seorang yang
profesional jika mampu menjalankannya sesuai kode etik yang telah ditetapkan.
Dizaman
yang serba modern seperti sekarang ini serta tantangan masa depan yang semakin besar,
yang ditandai dengan munculnya kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat
dan berekspresi, terlebih dalam bidang teknologi dan informasi seorang praktisi
humas dalam melaksanakan peran dan aktivitasnya tidak boleh lepas dari kode
etik yang dimilikinya. Karena kode etik itulah yang menjadi standart moral yang
harus dipengang oleh para praktisi humas agar dirinya tetap hidup. Kesadaran
memegang teguh kode etik berpengaruh terhadap posisi dirinya dimata masyarakat.
Ia juga dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab dan setiap kemampuan
dan ketrampilan yang dimilikinya dapat diolah dengan baik untuk menciptakan
konsep kerja yang baik terhadap perusahaan yang diwakilinya, masyarakat dan
lebih besar lagi dampaknya adalah bagi dirinya sendiri.
F.
Dampak
Tidak Dijalankannya Kode Etik Humas
Kode
etik humas merupakan acuan dari setiap kebijakan yang diambil praktisi humas
dalam menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab. Seorang humas profesional
akan bekerja dengan penuh kesadaran terhadap kode etik yang dimiliki, maka ia
akan bekerja sesuai dengan kemampuan terbaik dan memperhatikan semua
pekerjaannya agar sesuai dengan kode etik.
Dampak
dari tidak dijalankannya kode etik humas berpengaruh terhadap praktisi humas
sendiri maupun perusahaan.
Menurut Dimock dan
Koenig (1987) , pada umumnya tugas- tugas dari pihak humas instansi atau
lembaga pemerintah haruslah di jalankan sesuai dengan etika yang ada, yaitu
sebagai berikut :
1.
Upaya memberikan penerangan atau informasi kepada masyarakat tentang
pelayanan masyarakat, kebijakan serta tujuan yang akan dicapai oleh pemerintah
dalam melaksanakan program kerja tersebut.
2.
Mampu untuk menanamkan keyakinan dan kepercayaan serta mengajak masyarakat
dalam partisipasinya atau ikut serta pelaksanaan program pembangunan di
berbagai bidang sosial, budaya, ekonomi, politik serta menjaga stabilitas dan
keamanan nasional.
3.
Kejujuran
dalam pelayanan dan pengapdian dari aparatur pemerintah yang bersangkutan perlu
dipelihara atau dipertahankan dalam melaksanakan tugas serta kewajibannya
masing-masing.[5]
Bagi praktisi
humas yang bekerja tidak sesuai kode etik akan mendapatkan penilaian negatif
dari rekan sejawat, yang terparah adalah penurunan pangkat atau bahkan
dikeluarkan dari tempat kerjanya.
Bagi perusahaan
yang tidak menjalankan kode etiknya maka akan mendapatkan citra negatif di
masyarakat, dan apabila citra ini berkembang maka akan sangat mempengaruhi
kinerja perusahaan.
Kode etik memang tidak ada
sanksinya, dan yang berhak menyatakan
apakah ia melanggar kode etik atau tidak adalah asosiasi profesi itu sendiri.
Tidak ada satu pihak pun di luar asosiasi profesinya yang akan berhak
menjatuhkan sanksi ihwal pelanggaran kode etik ini.[6]
G.
Contoh Kode
Etik Humas (diambil dari perhumas.ord.id)
KODE ETIK PROFESI
PERHUMAS INDONESIA
Dijiwai oleh Pancasila maupun UUD
1945 sebagai landasan tata kehidupan nasional; Diilhami oleh Piagam PBB sebagai
landasan tata kehidupan internasional; Dilandasi oleh Deklarasi Asean (8
Agustus 1967) sebagai pemersatu bangsa-bangsa Asia Tenggara; dan dipedomi oleh
cita-cita, keinginan dan tekad untuk mengamalkan sikap dan perilaku kehumasan
secara professional; kami para anggota Perhimpunan Hubungan Masyarakat
Indonesia – PERHUMAS INDONESIA sepakat untuk mematuhi Kode Etik Kehumasan Indonesia, dan bila terdapat bukti-bukti diantara kami dalam
menjalankan profesi kehumasan ternyata ada yang melanggarnya, maka hal itu
sudah tentu mengakibatkan diberlakukannya tindak organisasi terhadap
pelanggarnya.
Pasal 1
KOMITMEN PRIBADI
Anggota PERHUMAS harus :
- Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan
- Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya memasyarakatan kepentingan Indonesia
- Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga Negara Indonesia yang serasi daln selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal II
PERILAKU TERHADAP KLIEN ATAU
ATASAN
Anggota PERHUMAS INDONESIA harus:
- Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan
- Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang bersaing tanpa persetujuan semua pihak yang terkait
- Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan, maupun yang pernah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan
- Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung merendahkan martabat, klien atau atasan, maupun mantan klien atau mantan atasan
- Dalam memberi jasa-jasa kepada klien atau atasan, tidak akan menerima pembayaran, komisi atau imbalan dari pihak manapun selain dari klien atau atasannya yang telah memperoleh kejelasan lengkap
- Tidak akan menyerahkan kepada calon klien atau calon atasan bahwa pembayaran atau imbalan jasa-jasanyaharus didasarkan kepada hasil-hasil tertentu, atau tidak akan menyetujui perjanjian apapun yang mengarah kepada hal yang serupa
Pasal III
PERILAKU TERHADAP MASYARAKAT DAN
MEDIA MASSA
Anggota PERHUMAS INDONESIA harus:
- Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat
- Tidak melibatkan diri dalam tindak memanipulasi intergritas sarana maupun jalur komunikasi massa
- Tidak menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan
- Senantiasa membantu untuk kepentingan Indonesia
Pasal IV
PERILAKU TERHADAP SEJAWAT
Praktisi Kehumasan Indonesia harus:
- Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tindak professional sejawatnya. Namun bila ada sejawat bersalah karena melakukan tindakan yang tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur, termasuk melanggar Kode Etik Kehumasan Indonesia, maka bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan Kehormatan PERHUMAS INDONESIA
- Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan kedudukan sejawatnya
- Membantu dan berkerja sama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi dan mematuhi Kode Etik Kehumasan ini. [7]
H.
Praktisi Public Relations
Profesional
Public Relations adalah profesi yang
menuntut intregritas antara pengetahuan (expertise), keahlian (skill), dan etika profesi (ethics).
Seseorang praktisi public relations dituntut mempunyai 3B (beauty,brain dan behavior). Tidak hanya cantik, ganteng dan
penampilan menarik (beauty), tetapi
juga harus berwawasan luas dan skillful (brain/expertise),
dan berperilaku baik (behavior/ethics).[8]
Selain itu public relation di tuntut
mempunyai kemampuan dalam praktik komunikasi organisasi, manajemen krisis dan
manajemne isu, dan riset. Pengetahuan tentang komunikasi organisasi yang baik
diperlukan karena kegiatan public relations berada dalam lingkup organisasi.
Seorang public relations juga perlu
bekal keahlian dalam manajemen krisis dan isu. Setiap perusahaan pasti
mengalami krisis dan isu dalam hidupnya. Kritis dapat berasal dari internal ataupun
eksternal perusahaan. Krisis yang dikelola dengan baik akan menjadi awal
peningkatan citra perusahaan menuju kondisi yang lebih baik. Namun krisis yang
tidak dikelola dengan baik akan membuat citra perusahaan jatuh.
Pengetahuan tentang riset perlu dikuasasi,
mengingat pekerjaan public relations adalah “ based on facts” (berdasarkan fakta-fakta). Fakta diperlukan
berdasarkan keputusan yang diambil. Pada akhirnya segala aktivitas public
relations bermuara pada terjalinya “harmonisasi” dalam operasional sehari-hari
organisasi.
[1] Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011, hlm 125
[2] Scott M, Cutlip.Allen H, Center.
Glen M, Broom, Effective Public Relation,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm 163
[3] Dan Lattimore.Otis
Baskin.Suzette T,Heiman.Elizabeth L,Toth, Public Relation Profesi dan Praktik,
Salemba Humanika, Jakarta, 2010 , hlm. 87
[4] Keith Butterick, Pengantar
Public Relations Teori dan Praktik, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014,
hlm. 89
[5] Rosady Ruslan, SH, MM, Manjemen
Public Relations & Media Komunikasi Konsepsi dan Aplikasi, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2016, hlm 342
[6] Drs. Aceng Abdullah, kiat
berhubungan dengan media massa, PT, Remaja Rosdakarya, Bandung 2004, hlm 106
[7] www.perhumas.ord.id
[8] Rachmat Kriyantono, Ph.D, Public
Relations Writing Teknik Produksi Media Public Relation dan Publisitas
Corporate, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2012, hlm 34
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Etika dalam industri kehumasan sangatlah penting.dengan
adanya etika dalam humas menjadikan kontrol bagi pribadi humas maupun bagi
industri kehumasan itu sendiri. Tanpa adanya etika seorang humas akan bertindak
semaunya sendiri, bertingkah laku sesuai keinginannya sendiri.tanpa adanya
aturan yang membatasinya.tanpa adanya etika profesi dalam industri kehumasan
akan banyak kecurangan-kecurangan yang dilakukan, akan banyak
kebohongan-kebohongan yang diciptakan untuk menutupi kesalahan perusahaan atau
organisasi. Selain itu etika juga dapat berperan untuk mengukur dan melihat
profesionalisme yang di miliki pribadi humas,karena etika dalam sebuah profesi
berkaitan pula dengan profesionalitas dari profesi itu sendiri. dapat mengimplementasikan
etika dan etiket dalam setiap langkah dan setiap kegiatan humas.
Oleh karena itu dalam industri
kehumasan sikap atau etika yang baik,wajib dimiliki oleh seorang humas. Maka bagi seseorang dalam industri
kehumasan sangatlah penting unuk memiliki pemahaman mengenai etika karena
menyangkut penampilan (profile) dalam rangka menciptakan & membina citra
(image) organisasi yang diwakilinya.karena industri humas meliputi pengertian
dan menuju kepada kemauan baik dan reputasi, yang tergantung kepada
kepercayaan. maka berlaku jujur adalah jalan yang terbaik, karena hubungan
masyarakat tidak akan berjalan tanpa adanya kepercayaan. Selain itu pula etika
dapat berperan dalam pembuktian profesionalitas yang dimiliki oleh pribadi
humas itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Suranto Aw, Komunikasi interpersonal, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011, hlm 125
2 Scott M,
Cutlip.Allen H, Center. Glen M, Broom, Effective Public Relation, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009,
hlm 163
3 Dan
Lattimore.Otis Baskin.Suzette T,Heiman.Elizabeth L,Toth, Public Relation
Profesi dan Praktik, Salemba Humanika, Jakarta, 2010 , hlm. 87
4 Keith
Butterick, pengantar public relations teori dan praktik, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2014, hlm. 89
5 Rosady Ruslan,
SH, MM, Manjemen Public Relations & media Komunikasi konsepsi dan aplikasi,
PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2016, hlm 342
6 Drs. Aceng
Abdullah, kiat berhubungan dengan media massa, PT, Remaja Rosdakarya, Bandung
2004, hlm 106
7 www.perhumas.ord.id
8 Rachmat
Kriyantono, Ph.D, Public Relations Writing teknik produksi media public
relation dan publisitas corporate,
kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, hlm 34
Gibson dan Michel (1945:449)
Biggs dan Blocher (1986:10)
LAMPIRAN
(Gambar 0.2)
(Gambar 0.3)
(Gambar 0.4)
(Gambar 0.5)
(Gambar 0.6)
(Gambar
0.7)