MELEK
MEDIA DALAM PROGRAM ACARA TELEVISI
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Dunia informasi terus menggeliat. Sampai saat ini
telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan berjalan seiring dengan
berkembangnya dunia pertelevisian sebagai media penyampain pesan. Televisi
hadir dengan sifat yang audio-visual dan cinematography
(pandang dengar dan gambar gerak).
Peran media televisi sebagai media
massa memiliki fungsi komunikasi massa yaitu berfungsi mendidik (to educate), fungsi memberikan
informasi (to inform), menghibur (to
entertain) termasuk fungsi mempengaruhi (to persuade).
Jenis media ini seperti televisi memiliki dampak
indentifikasi optik yang tajam bagi pemirsa. Dengan kata lain, pemirsa
seakan-akan berada ditempat peristiwa, yang ditayangkan di televisi. Pemirsa
seolah-olah menyaksikan dengan mata kepala sendiri dan hadir di tempat kejadian
yang sebenarnya, padahal hanya merupakan berita yang disiarkan dari jarak yang
sangat jauh.
Proses indentifikasi optik akan
berdampak pada identifikasi psikologis bagi pemirsa atau penonton. Pemirsa
turut merasakan kejadian yang diberitakan oleh televisi atau yang dijadikan
film berita (newsreels). Akibatnya,
pemirsa bisa merasa sangat terharu, sedih atau gembira.
Munculnya stasiun-stasiun televisi
baik lokal maupun nasional membuktikan bahwa stasiun televisi semakin
berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi. Seperti yang
dituturkan Morissan dalam bukunya jurnalistik televisi muthakir bahwa, bagi
banyak orang televisi adalah teman bahkan televisi menjadi cermin perilaku
masyarakat dan televisi dapat menjadi candu. Dan karena
kerlebihan-kelebihannya, televisi menjadi semakin kuat mempengaruhi
khalayaknya. Serta tidak dapat dipungkiri bahwa, televisi telah menjadi
kebutuhan primer dalam kehidupan mesyarakat Indonesia.
Masyarakat mengganggap bahwa
televisi sudah menjadi bagian yang sudah melekat di masyarakat dan susah untuk
di tinggalkan. Hampir setiap saat masyarakat selalu mengkonsumsi atau menikmati
program acara dari televisi yang menyiarkan berita, informasi, dan juga
hiburan. Namun walaupun kini televisi sudah di anggap menjadi kebutuhan dari
masyarakat akan pentingnya informasi, disisi lain masyarakat belum bisa melihat sisi positif dan negative dari setiap program acara yang disiarkan oleh
televisi tersebut. Jadi ketika kita mengkonsumsi atau menikmati sebuah acara
itu sebaiknya tidak cuma sekedar menjadi
pemirsa pasif saja namun juga harus dapat melihat faktor-faktor yang
ditimbulkannya nanti. Artinya apakah nantinya acara itu baik atau tidak untuk
ditayangkan hal itu tergantung dari masyarakatnya sendiri selaku pemirsa.
Masyarakat harus bisa menilai, apakah hanya sekedar menjadi penonton pasif yang
terus-terusan mengikuti acara dari medianya yang memberikan informasi dan
masyarakat tanpa adanya komunikasi balik (feedback)
atau menjadi masyarakat yang aktif
sehingga tidak selamanya yang diberikan oleh media televisi itu akan diterima
saja namun juga sedikit mengkritisi bahkan memberikan (feedback) kepada medianya jika memang apa yang diberikan dari
sebuah tayangan oleh televise itu tidak baik.
Dalam hal ini masyarakat harus lebih
peka lagi melihat media televisi, caranya yaitu dengan melek media (literasi media). Maksudnya masyarakat
disini jika sedang melihat atau mendengarkan sebuah informasi dari media itu
boleh saja menerimanya, namun ketika apa yang sudah diterimanya itu janganlah
langsung diterima tanpa adanya filter
pesan. Sehingga seolah-olah masyarakat itu pasif karna hanya dapat menerima
informasi tanpa bisa melakukan feedback
lagi pada televisinya.
Contohnya ketika masyarakat dihadapkan dengan
beberapa program acara televise, kemudian masyarakat melihat di dalam setiap
program acara tersebut memiliki kepentingan masing-masing. Yaitu acara berita
dan juga ada hiburan. Acara tersebut sama pentingnya buat kita konsumsi,
pertama acara berita memang sangat penting sekali buat menambah informasi
pengetahuan kita namun disisi lain dalam sebuah acara berita itu tidak lepas
dari agenda seting media televisinya. Mulai dari isi berita yang awalnya tidak
penting kemudian berita itu di anggkat seolah-olah berita itu menjadi penting,
lalu peran masyarakat yang harus dijalankan seperti apa, yaitu dapat memilih
ataupun menilai apakah berita itu penting buat dirinya ataupun tidak, jika
memang penting berita itu boleh dikonsumsi namun bilamana berita itu tidak
penting lebih baik ditinggalkan saja. Apalagi hanya acara sinetron dan hiburan
yang penuh settingan itu memang kita butuhkan buat diri kita namun lebih banyak
lagi yang seharusnya dapat kita peroleh dari acara televisi yang lebih
bermanfaat lagi.
Jadi dalam pembahasan makalah nanti
kita akan mempelajari lebih lanjut mengenai televisi dan literasi media dalam
masyarakat dan masih banyak lagi untuk kita kaji bersama demi menambah ilmu
pengetahuan kita.ilmukomunikasi
BAB II
KERANGKA TEORI
Sejarah dan Perkembangan Televisi
Media audio visual televisi muncul karena
perkembangan teknologi. Kehadirannya setelah beberapa penemuan seperti telepon,
telegraf, fotografi, serta rekaman suara. Media televisi ada setelah radio dan
media cetak. Dalam penemuan televisi terdapat banyak pihak penemu maupun inovator
yang terlibat baik perorangan maupun perusahaan. Televisi adalah karya massal
yang dikembangkan dari tahun ke tahun.
Televisi
merupakan media temuan orang-orang Eropa. Perkembangan pertelevisian di dunia
ini sejalan dengan kemajuan teknologi elektronika, yang bergerak pesat sejak
ditemukanya hukum gelombang elektromagnetik yang ditemukan oleh Joseph Henry
dan Michael Faraday (1831) yang merupakan awal dari era komunikasi elektronik.[1]
George Carey (1876) menciptakan selenium camera yang digambarkan dapat membuat
seseorang melihat gelombang listrik. Belakangan, Eugen Goldstain menyebut
tembakan gelombang sinar dalam tabung hampa itu dinamakan sinar katoda.
Kemudian ditemukan transistor oleh William Sockley dan kawan –kawan pada tahun
1946.
Transistor yang dibuat dari pasir silicon yang
banyak terdapat di lembah Silicon di California Amerika Serikat ini merupakan
benda sebesar pasir yang berfungsi sebagai penghantar listrik bebas hambatan.
Transistor ini sanggup menggantikan fungsi tabung ( vacuum tube) yang
diciptakan oleh Lee De Forest pada tahun 1912.[2]
Selanjutnya
pada tahun 1923 Vladimir Katajev Zworykin berhasil menciptakan sistem televisi
elektris. Dan tahun 1930 Philio T. Farnsworth menciptakan sistem televisi.
Penemuan dasar televisi ini terus
berkembang sampai akhirnya Julius Paul Gottlieb Nipkow atau lebih dikenal
Paul
Nipkow seorang ilmuan Jerman memiliki ide bagaimana dapat mengirim gambar
melalui udara dari satu tempat lain dan ia berhasil mengirim gambar elektronik
menggunakan kepingan logam yang disebut teleskop elektrik dengan resolusi 18
garis . Temuannya disebut sebagai cikal bakal lahirnya televisi. Penemuan dasar
televisi ini terus berkembang sampai akhirnya Paul Nipkow melahirkan televisi
mekanik. Hal ini membuktikan ketika di New York Wolrd’s Fair tahun 1939
dipamerkan pesawat televisi berukuran 8x10 inci. Dari sinilah akhirnya
berkembang pesawat televisi yang kita kenal sekarang. Sementara untuk pertama
kalinya gambar televisi mulai terlihat tahun 1920 di Amerika Serikat.[3]
Karena
ketekunannya Paul Nipkow akhirnya menemukan sebuah alat yang kemudian disebut “
Jantra Nipkow” atau sering disebut juga “ Nipkow Sheibu”. Penemuan itu
melahirkan electrische teleskop, atau televisi elektris. Dengan penemuan itu,
Paul Nipkow disebut sebagai bapak televisi.
Dalam
usaha pengembangan televisi banyak yang berjasa seperti halnya S.Morse,
A.G.Bell dan Herbert E.Ives mereka asal Amerika. Tak mau kalah dengan Jerman
dan Amerika Negara-negara lain pun juga ikut andil dalam pengembangan televisi.
Banyak para ahli-ahli yang ikut menyumbangkan peranya antara lain Galilei dari
Italia, May dan Vellougbhy smith dari Inggris dan Weiller berkebangsaan Jerman
serta sarjana Rusia yaitu Dr. Vk Zworykin.
Media
massa televisi memiliki keistimewaan lain dibandingkan dengan media massa
seperti (radio, surat kabar, majalah, buku, dll) karena televisi merupakan
Audio-Visual yang artinya penggabungan fungsi dari media suara dan juga media
gambar. Biasanya televisi juga bersifat politis bahkan cukup besar karena di
dalam televisi tersebut dapat menampilkan konten-konten informasi, hiburan, dan
pendidikan, atau ketiganya tersebut digabungkan menjadi satu konten acara
sehingga dengan kasat mata terlihat sekali adanya unsur politik.
Jika
seseorang menonton televisi maka orang tersebut bisa menciptakan suasana
tertentu, yaitu penonton dapat melihat acara televisi sambil duduk santai,
sedang makan, sedang tidur bahkan ketika beraktivitas itupun bisa menikmati
acara televisi yang memiliki berbagai informasi informasi yang ada.
Stasiun Televisi di Indonesia
Pada
tahun 1952, muncul gagasan dari menteri penerangan saat itu, maladi untuk
mendirikan sebuah stasiun televisi di Indonesia. Meski jumlah pemilik pesawat
televisi masih sangat sedikit dan itupun terpusat di Jakarta, namun bangsa
Indonesia dari kacamatanya sudah memerlukan stasiun televisi nasional. Sepuluh
tahun kemudian pada bulan Agustus 1962, keinginan itu terlaksana dengan nama
Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Ide
itu sejalan dengan cita-cita Presiden Soekarno yang ingin menjadikan bangsa
Indonesia sebagai mencusuar melalui penciptaan hal-hal besar.[4]
Dengan stasiun televisi, tujuan-tujuan pemerintah yang bersifat politis,
pedagogis, dan prestise, baik internal maupun eksternal akan relative mudah
untuk bisa dicapai.
Siaran
televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan langsung
upacara hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17 agustus
1962.[5]
Dan pemerintah ikut memasukan proyek media massa televisi ini kedalam proyek
pembangunan Asean Games IV dan juga menyiarkan pembukaan Asian Games di stadion
Gelora Bung Karno secara langsung.
Mulai
saat itu stasiun TVRI mendominasi semua acara-acara hiburan, pendidikan dan
informasi. Maka selama 27 tahun masyarakat Indonesia hanya bisa menonton satu
saluran saja. Barulah pada tahaun 1989 pemerintah akhirnya mengizinkan operasi
kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi RCTI sebagai televisi swasta pertama di
Indonesia, disusul kemudian dengan SCTV, Indosiar, ANTV, dan TPI.
Gerakan
reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan industri media massa
khususnya televisi. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi
juga semakin bertambah. Menjelang tahun 2000 muncul hampir serentak lima
televisi swasta baru yaitu
Karakteristik Televisi
Televisi
adalah media pandang sekaligus media dengar (audio-visual). Orang memandang
gambar yang ditayangkan ditelevisi, sekaligus mendengarkan atau menerima narasi
dari gambar tesebut maka televisi memerlukan apa saja antara lain yaitu:
·
Mengutamakan Gambar
Kekuatan
terbesar televisi yaitu terletak di gambar, yang didukung dengan narasi dan
diperkuat oleh gambar. Maksudnya televisi memiliki daya tarik lebih
dibandingkan media cetak.
·
Mengutamakan Kecepatan
Dalam
sebuah pemberitaan pasti memerlukan kecepatan dalam menyiarkanya. Dan televisi
sangat mengutamakan kecepatan, kecepatanya bahkan menarik dan menonjol dalam
rentang waktu tertentu. Akan ditayangkan paling cepat oleh televisi. perbedaan
kecepatan televisi dengan media cetak yaitu terletak pada deadline cetak 1x24 dan deadline
media televise hampir setiap detik.
·
Bersifat Sekilas
Jika
media cetak menggutamakan dimensi ruang, televisi lebih mengutamakan dimensi
waktu atau durasi. Durasi berita televisi terbatas, bersifat sekilas dan berita
yang ditayangkan televisi cenderung tidak mendalam.
·
Bersifat Satu Arah
Televisi
bersifat satu arah. Jadi dimana ketika seorang komunikator menyampaikan berita
di televisi maka seorang komunikan tidak bisa memberikan respon secara
langsung, kecuali pada saat program interaktif.
·
Daya Jangkau Luas
Televisi
memiliki jangkauan yang luas,televisi bisa menjangkau segala aspek lapisan
masyarakat, dengan berbagai latar belakang sosial-ekonomi.
Kelebihan dan Kelemahan Televisi
Sebagai media massa yang tumbuh
belakangan , dan merupakan konvergensi dari media radio, surat kabar, industri
musik, pertunjukan panggung dsb. Televisi memiliki kekuatan sangat besar
dibandingkan jenis media massa lain. Meskipun teknologi internet hadir dengan
berbagai kelebihan namun sampai saat ini internet belum mampu menggeser
dominasi televisi. Dimana-mana presentase penggunaan jenis media massa masih
dikuasai oleh televisi. Kemampuan televisi mendominasi media lain karena media
ini mempunyai sejumlah kelebihan, namun media ini juga memiliki kelamahan di
antara lain sebagai berikut :
Kelebihan
Televisi
1. Kesan
realistik : audio visual.
2. Masyarakat
lebih tanggap : menonton dalam suasana santai, rekreatif.
3. Adanya
pemilihan area siaran (zoning) dan
jaringan kerja (networking) yang
mengefektifkan penjangkauan masyarakat.
4. Tekait
erat dengan media lain.
5. Cepat,
dari segi waktu, cepat dalam menyebarkan berita ke masyarakat luas.
6. Terjangkau
luas, menjangkau masyarakat secara luas.
7. Menghadirkan
realitas sosial.
8. Simultaneous
9. Member
rasa intim/kedekatan.
10. Menghibur
11. Menentukan
kelompok yang dituju
Kelemahan
Televisi
1. Jangkauan
pemirsa missal, sehinga pemilihan (sulit menentukan untuk pangsa pasar
tertentu) sering sulit dilakukan.
2. Iklan
relativi singkat, tidak mampu menyampaikan data lengkap dan rinci (bila
diperlukan konsumen).
3. Relative
mahal.
4. Pembuatan
iklan televisi cukup lama dan persaingan televisi.
5. Kurang
berkesinambungan dan cendrung mengabaikan isu-isu mendalam.
Pengaruh Televisi
Televisi
merupakan media massa yang mengalami perkembangan paling fenomenal di dunia.
Meski televisi lahir paling belakangan dibanding media massa cetak, dan radio,
namun pada akhirnya media televisilah yang paling banyak diakses oleh
masyarakat dimana pun di dunia ini. Dalam penggunaanya pun juga sangat
fantastis.
Banyak
aspek kehidupan manusia dari mulai perilaku, gaya, dan hal lain yang masih
banyak lagi semuanya dipengaruhi oleh
teyangan televisi. Oleh karena besarnya pengaruh televisi bagi kehidupan
manusia modern maka kemudian muncul keinginan untuk memanfaatkan televisi
sebagai media pendidikan. Kalau saja media yang sangat mempengaruhi itu
dimanfaatkan untuk menyampaiakan pesan-pesan pendidikan tentu saja akan
memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan peradapan manusia. Harapan
demikian itulah yang mendorong munculnya upaya-upaya di berbagai Negara untuk
mewujudkaan televisi sebagai media pendidikan, lalu munculah istilah televisi
pendidikan atau TV-E (eduacational television).
Pengaruh
buruk televisi bagi masyarakat tentunya sangat luar biasa, pengaruh itu bisa
dirunjukan lewat kebiasaan masyarakat yang hampir tiap hari mengkonsumsi siaran
televisi. Mereka mampu berjam-jam didepan layar televisi untuk menonton segala
acara yang disiarkannya, namun ketika masyarakat dihadapkan dengan membaca
sebuah berita di Koran maupun membaca buku masyarakat cenderung lebih tidak
menyukai, karena budaya kita tidak terbiasa dengan kebudayaan membaca.
Dalam
sejarah media kita dapat melihat bahwa dengan
adanya teknologi baru, tidak berarti teknologi lama ditinggalkan,
melainkan teknologi lama hidup terus berdampingan dengan teknologi baru. Oleh
sebab itu, untuk menilai apakah ada kemajuan atau kemunduran, kita jangan
melihat kebudayaan audiovisual terpisah dari kebudayaan yang mendahuluinya.
Lihatlah sebagai pelengkap. Jadi, pertanyaan bukan mana yang lebih baik
kebudayaan tulis atau audiovisual, melainkah apakah kebudayaan audiovisual
dapat melengkapapi kekurang-kekurang yang ada pada budaya tulis atau apakah
kepincangan-kepincangan kebudayaan tulis dapat dikoreksi oleh kebudayaan
audiovisual.(Hofmann, 1999).[6]
Jadi televisi tidak bisa dikatakan
sebagai media pembawa kemunduran untuk media lainya. Karena setiap
masing-masing media memiliki keunggulan maupun kekurangan tesendiri, namun masing-masing
kebudayaan saling mendukung satu sama lain.
Di Indonesia sendiri masyarakat
temasuk kategori views society, yakni
suatu keadaan dimana kegiatan menonton lebih ditonjolkan dibanding yang lainya,
misalkan seperti membaca buku atau Koran. Dengan hal seperti itu maka
masyarakat Indonesia cenderung buta huruf dan masyarakat semakin rendah dalam
posisi reading society, sehingga
masyarakat masih kurang bahan bacaan karena belum mengganggap penting sebagai
bahan pokok.
Sistem Penyiaran
Kegiatan
penyiaran
Penyiaran/siaran
sebagai output media televisi memiliki fungsi yang sama dengan media lainya,
yaitu fungsi mendidik, menginformasikan, menghibur, mempromosikan, menjadi agen
perubahan sosial, dan melakukan kontrol sosial, serta mentransfer nilai-nilai
budaya.
Setiap
acara siaran itu terlebih dahulu direncanakan, produksi, dan di tampilkan
kepada khalayak dengan isi pesan yang berifat edukatif, informative, dan
komunikatif. Pengolahan siaran, khususnya dalam hal perencanaan atau
programming, diselenggarakan pada kesadaran bahwa, siaran memiliki kekuatan
yang sangat besar untuk membangun dan menghancurkan masyarakat.
Sebuah
acara, terutama televisi memiliki daya penetrasi yang sangat kuat terhadap
individu dan kelompok/masyarakat, sehingga siaran televisi dapat menimbulkan
dampak yang luas di masyarakat.[7]
Ouput penyelenggaraan penyiaran adalah siaran. Siaran adalah dagangan atau
komonditi dengan sasaran khalayak sebagai konsumen.
Siaran
dapat dijual dan dapat pula dipakai untuk sarana menjual produk atau jasa. Hal
ini dikarenakan sasaran khalayak yang dapat dijangkau melalui siaran relative
sangat luas, dan terutama televisi memiliki daya stimulasi yang sangat tinggi
terhadap khalayak.
Pengaruh Televisi di Kalangan Rumah
Tangga
Televisi
memberikan informasi, pengetahuan & pendidikan.
Televisi
bisa mengerutkan dunia dan melaksanakan penyebaran berita dan gagasan lebih
cepat. Dengan media televisi dunia kelihatan semakin kecil dari sebelumnya.
Kita bisa memperoleh kesempatan untuk memperoleh informasi yang lebih baik
tentaang apa yang terjadi di dunia. Berita-berita teraktual bisa langsung
disebarkan ke berbagai pelosok dunia secara langsung. Berita televisi telah
bisa menyatukan hati semua orang melalui
informasi yang diberikan. Dengan menonton berita televisi akan menambah wawasan
kita. Selain itu dengan sering kita melihat televisi pengetahuan akan informasi
masyarakat menjadi lebih aktif dalam dunia informasi dan tidak ketinggalan
informasi yang telah berkembang.
Sisi
negatif yang diberikan oleh televisi
Pengaruh
yang tercipta oleh media televisi bisa mempercepat kehancuran nilai-nilai agama
dan moral tradisional dari pemirsanya.
Dengan
sering kita melihat tayangan televisi maka dengan mudah kita akan dikendalikan
oleh media televisi jika kita tidak peka terhadap dampak yang ditimbulkannya.
Seolah-olah apa yang diberitakan ditelevisi itu memang semuanya benar dan wajib
kita ketahui, padahal tidak semuanya berita yang ada di televisi itu benar,
terkadang media televisi membuat sebuah acara itu bukan sekedar memberikan
informasi tehadap pemirsanya namun juga karna media televisi memiliki
kepentingan untuk mempromosikan sebuah acara yang ditayangkan demi mencari
popularitas dan mendapatkan keuntungan bagi pemilik medianya dan juga dari acaranya
itu sendiri, justru masyarakat yang dirasa dirugikan nantinya. Secara tidak
langsung masyarakat terbawa dan mengikuti semua yang sudah diberikan oleh media
dan sudah menjadi kebiaasan masyarakat.
Masyarakat memiliki hak terhadap
tayangan Televisi
Ketika
masyarakat telah melihat sebuah tayangan ditelevisi, dan masyarakat tidak peka
terhadap dampak yang di timbulkan nanti, maka masyarakat itu sendiri akan
terjebak dalam pusaran tayangan televisI yang selalu mempesuasif penontonnya.
Dahulu
sering kita melihat tayangan di salah satu stasiun televisi yang menampilkan
acara Smack Down, ketika itu masyarakat luas dapat menyaksikan secara bebas
tanpa adanya pengawasan dari berbagai pihak apalagi larangan untuk di tonton
dan di tiru. Dari berbagai penonton yang melihat acara tersebut yang terkena
dampak paling parah yaitu para anak-anak kecil yang sangat menyukai acara
tersebut. Padahal acara yang ditampilkan sebenarnya tidak layak untuk di tonton
oleh seusia anak kecil. Acara tersebut menayangkan jika ada sesorang atau
bahkan beberapa orang yang sedang diatas ring gulat dan mereka melakukan apa
saja yang seperti Nampak sebuah kekerasan terhadap manusia, dengan cara
dibanting, di tendang, dan di tonjok bahkan tak jarang mereka juga menggunakan
alat tajam yang keras untuk melukai lawannya, namun orang yang bergulat dengan
adegan yang penuh kekerasan itu tetap tidak nampak kesakitan atau bahkan
terlihat adanya luka yang berdarah-darah atau mati sekalipun jika parah. Jika
itu dilakukan di dunia nyata rasanya tidak mungkin bisa terjadi, mungkin saja
bisa terjadi halnya seperti tinju biasa, nampak sekali bahwa Smack Down itu
Cuma rekayasa dari sebuah program televisi luar yang pandai membuat ilustrasi.
Sisi
negatif dari tayangan itu sangat terlihat sekali bahwa anak-anak kecil sering
melakukan tindakan yang serupa seperti halnya yang ada ditelevisi ketika anak
kecil itu menonton. Anak kecil yang suka melihat acara Smack Down Mereka lebih
suka mengajak teman sebayanya untuk berkelahi
denganya. Seolah-olah bak seorang pahlawan yang memiliki kekuatan lebih, dan
mereka saling gulat dan saling hantam. Alhasil yang terjadi saat itu mereka
saling kesakitan, dan yang paling mengejutkanya lagi bahwa apa yang dilakukan
si anak kecil tersebut dapat menimbulkan kerugian yang paling besar yaitu
sebuah kematian yang tragis.
Dari
situlah korban-korban dari sebuah penikmat acara di televisi yang ketika
menonton tidak mempunyai filter yang baik atau tidak adanya literasi media yang cukup baik. Lantas hal itu akan
ditanyakan kepada siapa, sebagai penanggung jawab. Apakah ini salah medianya
yaitu televisi atau PH-nya atau yang lainya. Dalam kaitanya hal ini
sebenarnya kita tidak perlu mencari mana
yang selama ini salah atau benar. Yang harus kita lakukan yaitu dengan sering
kita melihat media maka kita harus juga melek (literacy) terhadap media itu. Caranya yaitu dengan melihat dan
mengambil sisi positifnya dan meninggalkaan dampak negatifnya. Seperti contoh
yang sudah diberikan diatas jika masyarakat selaku penikmat acara, maka
lihatlah dan cermati terlebih dahulu seperti apakah acara tersebut. Jika acara
tersebut baik untuk kita tonton, tidaklah menjadi hal yang bermasalah untuk
kita tonton, namun jika acara tersebut sudah nampak adanya dampak negatif yang
nantinya akan ditimbulkanya maka lebih baik tidak menontonya.
Jika
terjadi efek negatif pada tayangan televisi biasanya pihak televisi sering tak
mau tahu dan ambil pusing yang terpenting pada prinsipnya iklan terus membanjir
membiayai paket acara. Pemirsa oleh TV swasta, hanya dianggap sekedar objek
pasif yang haus hiburan ( teori jarum suntik) yang langsung terpengaruh atas
tayangan TV.[8]
Masyarakt
luas jika bisa melek (peka) terhadap sebuah tayangan yang dapat merugikan dapat
menuntut haknya terhadap medianya dengan cara antara lain:
1. Pemirsa
segara melakukan pengaduan tertulis maupun lisan ke lembaga-lembaga terkait,
seperti lembaga konsumen Indonesia, KPI, DPR, serta jalur hukum lainya.
2. Pemirsa
juga bisa melakukan pengaduan kepada Departemen Komunikasi dan Informasi
(keminfo) untuk segera melakukan somasi terhadap acara-acara televisi tertentu
yang berakibat merusak dan meresahkan kehidupan bahkan menanamkan kebiasaan
buruk masyararak baik itu berupa sinetron, musik, maupun film.
3. Masyarakat
dapat langsung mendatangi pihak televisi yang bersangkutan dan mengajukan
keberatan secara tertulis maupun secara lisan. Mengingatkan pihak televisi
bahwa tayangan acara telah menimbulkan efek buruk dalam lingkungan masyarakat.Literasi media
PEMBAHASAN
”Program tayangan acara televise di
Indonesia yang semakin tidak layak untuk di konsumsi oleh masyarakat”
Dalam
bab ini yaitu pembahasan tema kami memberikan pembahasan mengenai kritikan dan
contoh terhadap media televisi yang ada di Indonesia dalam hal penyiaran
program acara televisi yang semakin tidak jelas dari fungsi media televisi dan
cenderung negatif terhadap dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat.
Indutsri
televisi merupakan promosi penjualan produk-produk kepada masyarakat. Melalui
televisi masyarakat tahu mengenai produk dan mendorong masyarakat untuk membeli
produk tersebut. Kemudian pengusaha menerima untung yang mendorongnya untuk
beriklan lagi melaui televisi dan selanjutnya dari setiap iklan tersebut
memperoleh keuntungan lagi dari volume penjualan yang meningkat. Sekaligus
televisi merupakan sarana untuk
pelengkap bagi para pembisnis modern saat ini.
Dunia
pertelevisian Indonesia bisa dikatakan sangat berkembang dan maju pesat, dalam
kurun beberapa tahun terakhir ini industri pertelevisian Indonesia sudah banyak
bermunculan mulai dari stasiun televisi nasional maupun lokal. Faktor ini bisa
kita tunjukan lewat penelitian terhadap masyarakatnya itu sendiri, karena
masyarakat juga butuh akan informasi yang ada di televisi dan begitu pula
masyarakat kini mengganggap televisi sebagai media yang sangat tepat untuk
hiburan gratis. Namun yang paling terlihat disini sebenarnya dari sisi para
pengusaha televisi, mereka dalam dunia bisnis bisa dibilang sangat menyukai
dunia bisnis di televisi. Dunia televisi telah banyak memberikan kontribusi
besar lewat setiap program acaranya, bayangkan saja dalam setiap acara selalu
di ikuti dengan iklan tertentu. Padahal iklan di televisi terhitung sangatlah
mahal. Kemudian iklan tersebut akan dimunculkan beberapa kali dalam satu
program acara sampai selesai. Dari situ saja sudah terlihat begitu banyaknya
uang yang harus dikeluarkan oleh seorang pengusaha yang ingin mengiklankan
usahanya lewat media televisi. Dan seberapa banyak uang yang diterima si
pemilik media televisi, ini adalah sebuah bisnis yang sangat luar biasa dalam
abad ini.
Dalam industri pertelevisian memang lekat
dengan dunia politik, segala sesuatunya bisa saja menjadi sebuah keuntungan
besar bagi pelakunya. Lihat saja para jajaran pemilik saham sekaligus para
pemilik media televisi swasta di Indoneisa saat ini. Mereka mendominasi
kepemilikan media televisi nasional, seperti Abu Riyal Bakrie (ARB) dengan
perusahaanya yaitu Bakrie Group yang memiliki
stasiun televisi TVONE dan ANTV, kemudian ada pengusaha sukses di
Indonesia yaitu bapak Chairul Tanjung yang memiliki perusahaan Trans Corp yang
juga memiliki stasiun televisi TRANS7, TRANSTV, kemudian ada bapak Hari
Tanoe Sudibyo dengan kepemilikan
medianya yaitu MNC Group antara lain yaitu RCTI, GLOBALTV, MNCTV, Surya Paloh
yang memiliki METROTV, dan Eddy Kusnady Sariaatmaja yang memiliki stasiun
televisi SCTV dan INDOSIAR.
Para
pemilik media tersebut rata-rata mereka juga ikut terjun dalam dunia politik di
Indoneisa sekaligus juga orang
terpenting di Indonesia saat ini. Kenapa hal ini bisa terjadi di Indonesia
karena mereka hampir memiliki segalanya, mereka memiliki segudang usaha yang
ada dimana-mana tentunya mereka sangat berlimpah dalam dunia uang. Dari situlah
muncul kepenguasaan dimana seseorang yang memiliki uang akan bisa memebeli
segalanya, hal itu sama persisnya ketika para pengusaha ingin memiliki media
televisi sebagai usaha bisnisnya.
Sistem
penyiaran televisi di Indonesia sendiri dirasa masih banyak kekurangan, hampir
seluruh media televisi di Indonesia memiliki program acara yang mirip-mirip
semua. Siaran televisi yang sering kita jumpai yaitu berita yang cenderung
negatif dan propaganda, hiburan berupa sinetron atupun film yang tidak pantas
seharusnya kita tonton, kemudian ada kalanya game-game yang penuh dibumbui
dengan hadiah menarik, dari sekian banyak acara tersebut justru jarang kita
temui acara yang berbau informasi dan juga pendidikan (edukatif). Dari sinilah
terlihat sekali bahwa nampak sekali media kita saat ini belum bisa memberikan
yang terbaik buat pemirsanya. Masih pada tarap yang kurang bermanfaat bagi
masyarakat. Masyarakat yang tidak tahu pun menjadi pasif terhadap setiap
program acara yang di tampilkanya. Mereka hanya menontonya saja tampa adanya
interaksi terhadap progam acaranya.
Berita Politik Televisi
Tak
dapat dipungkiri bahwa berita-berita bernuansa politik, di televisi swasta
banyak menarik perhatian pemirsa. Reporter yang melaporkan berita politik,
secara tidak langsung memberikan wawasan politik pemirsa menjadi luas.
Dampak
yang timbul dari berita politik itu ialah terbentuknya opini publik. Pergeseran
nilai berita dari titik informasi sosial menuju kepentingan politik akan
mendominasi berita TV swasta.[9]
Kecenderungan reporter TV dalam membuat analisis politik disebabkan oleh
kedudukan politik yang menjadi picu utama bagi golongan tertentu untuk meraih
kekuasaan.
Kejayaan-kejayaan
berita politik akan menjadikan seorang reporter sebagai propagandis yang bisa
membombardir ketimpangan yang dilakukan penguasa.[10]
Mereka akan menjadikan pers sebagai partner dalam menyusun dan merencanakan
langkah kebijakan politik. Politik adalah berita, berita adalah politik. itulah
konsep konkret berita TV pada decade sekarang ini.
Contoh
program siaran televisi yang kurang baik untuk di tonton oleh masyarakat dan
justru membuat masyarakat ikut dalam putaran gonjang-ganjing informasi yang
belum diketahui kebenaranya. Seperti
berita yang masih nampak kita ingat dibenak kita saat ini, pada
kepemilihan presiden tahun lalu yaitu antara kandidat presiden no.1 dan no.2
mereka memiliki animo pendukung yang sangat banyak, kedua belak pihak sama-sama
memiliki strategi kampanye masing-masing. Hinggga kedua belah pihak kandidat
ini bisa menarik sebuah berita dalam tiap harinya, apalagi kedua belah pihak
ini saling memiliki pendukung yang sama-sama kuat mengusung kandidat calon
mereka menjadi presiden saat itu.
Pada
saat itu pendukung dari kandidat calon tersebut juga orang yang memiliki
jabatan terpenting atau tertinggi dari media, karna pada saat itu para calon
kandidat ini sama-sama memiliki strategi kampanye melalui media televisi dan
media lainya. dengan begitu medialah yang menjadi senjata paling ampuh untuk
kampanye saat itu. Masyarat luas pasti juga ikut merasakan saat pemilihan umum
kemarin terjadi saling hajar menghajar lewat media massa yaitu televisi.
Pendukung no 1 memiliki senjata dari media
televisi yaitu TVONE dan ANTV karna pemiliknya adalah tangan kanan dari calon
presiden yaitu ARB kemudian di bantu juga dengan MNC Group yang ikut
mengkampanyekan kandidat calon no.1 sebagai presiden dengan medianya yaitu
RCTI,GLOBALTV, dan MNCTV. Tak mau kalah dengan rivalnya yaitu calon kandidat
no.2 yang juga memiliki pendukung banyak. Kandidat no.2 juga memiliki tangan
kanan dari pemilik media, dengan begitu medianya juga sebagai senjata ampuh
untuk kampanye. METRO dan KOMPAS saling mengkampanyekan kandidat no.2. Dari
situlah setiap hari masyarakat memperoleh berita, berita yang dimunculkan tak
jauh dari topik kampanye yang saling menjatuhkan satu sama lain.
Hingga
kini perseteruan antar kedua belah pihak media ini masih dapat kita rasakan.
Walaupun pemilihan presiden sudah usai dan dapat dimenangkan oleh salah satu
kubu calon presiden.
Hal
ini seharusnya tidak boleh terjadi di dalam dunia media. Dimana media massa
harus bersifat independen dan juga bersih dari politik. namun di Indonesia
justru berbeda pandanganya. Masyarakat Indonesia sendiri juga sangat pasif
terhadap segala sesuatunya, jika pada saat itu Masyarakat Indonesia ini
semuanya tidak pasif saja dan bahkan Kritis terhadap apa yang ada dimedia saat
itu, maka hal semacam itu tidak akan menjadi konsumsi siaran berita tiap
harinya. Mereka akan meminta media untuk tidak menayangkan berita semacam itu,
karena bersifat propaganda dan tidak baik. Jika perlu masyarakat memblow up
media yang masih menayanggkan hal semacam itu.
Jika
memang ingin memberikan informasi sebuah berita kepada masyarakat luas
seharusnya berita yang ditampilkan itupun tidaklah dibuat-buat dan direkayasa.
Penyaringan berita itu sangatlah penting. Apakah masyarakat saat itu sedang
membutuhkan berita itu ataupun tidak, jika masyarakat membutuhkan berita itu
maka tayangkanlah. Namun jika masyarakatnya tidak membutukan berita itu lebih
baik jangan ditayangkan, apalagi hanya untuk sekedar mengumbar popularitas
semata dan hanya untuk mendongkrak sebuah berita menjadi keuntungan belah pihak
dan cenderung merugikan masyarakat luas.
Dalam
hal itu masyarakat saat ini harus dituntut akan melek media massa (literacy media). Karena dengan seperti
itu masyarakat tidak akan mudah dibohongi oleh media. Jika media segala
sesuatunya bersifat persuasif yang artinya membujuk untuk selalu melihatnya dan
mengikutinya, maka menjadi seorang masyarakat itu jangan pasif. Jika pasif
tentu akan mudah dipengaruhi oleh berbagai media yang ingin mempersuasif
masyarakat pasif.
Penayangan
acara televisi atau paket informasi media televisi harus berimbang terutama
dalam memberitakan kepentingan politik secara keseluruhan, tanpa ada kesan
mementingan golongan politik tertentu untuk mencapai tujuan politik. hal ini
akan terlaksana apabila media televisi sebagai media alternatif dapat berperan
sebagai mediator yang bersifat timbal balik untuk mempertemukan dua kepentingan
politik anatara elit penguasa dan masyararakat.
Sinetron dan Realitas Moral
Sinetron
seperti banyak diberitakan media massa adalah paket acara lokal yang
diasumsikan sangat digemari oleh pemirsa. Setiap rating yang dikeluarkan oleh Survey Research Indonesia (SRI) selalu
menunjukan bahwa sinetron adalah mata acara yang paling banyak penontonya.
Sinetron
adalah sebuah sinema elektronik tentang sebuah cerita yang didalamnya membawa
misi tertentu kepada pemirsa. Misi ini dapat berbentuk pesan moral untuk
pemirsa atau realitas moral yang ada dikehidupan masyarakat sehari-hari.[11]
Memang
cukup layak kalau sinetron mendapat julukan sebagai primadona acara televisi.
Namun julukan itu kini mulai berangsur-angsur mulai pudar karena pembuatan sinetron
bukan lagi menekankan aspek kualitas melainkan hanya dikerjakan untuk memenuhi
tuntutan kuota paket lokal televisi dan kejar tayang sekaligus membendung
film-film asing maupun telenovela. Akibatnya tema cerita tidak adanya
pengenalan antropologis dan skenario yang lemah, floating yang overlapping, penjiwaan
karakter pemain yang dangkal, bahkan kurangnya kewajaran adegan (logika)
terkesan dipakasakan sehingga dramaturginya kacau.
Contoh
media televisi sering kali memiliki program acara pilihan yaitu bisa berupa
hiburan sinetron. Contoh kecilnya ditahun ini lagi buming acara yang bergenre
luar negri yaitu India dan Rusia seperti acara Mahabarata. Kemudian didalam
negeri juka lagi tren acara yang berbau
nama-nama binatang yang tampil dengan para artis keren seperti GGS(
ganteng-ganteng srigala), 7 manusia harimau,dan lain-lain.
Acara-acara
tersebut menghiasi dunia pertelevisian Indonesia saat ini, jika film-film kisah
mahabarata itu muncul dan tayang di Indonesia mungkin masyarakat masih bisa
memaklumin dan menerimanya. Karena memang masyarakat Indonesia tidak bisa lepas
bahwa dahulu kebudayaan di Indonesia telah mengalami kebudayaan seperti di
india, yaitu kisah kisah kerajaan Hindu.
Kisah
ini dahulu berkembang di wilayah jawa. Maka dari situ masyarakat yang
mengkonsumsi acara ini kebanyakan masyarakat jawa yang senang akan kisah-kisah
dewa yang berhubungan dengan agama mereka, kalau tidak itu yang jadi alasan
antara lain karna film-film India dihiasi dengan artis-artis yang super tampan
dan cantik. Ini menjadi daya tarik sendiri bagi penikmat acara.
Namun
jika disebuah stasiun televisi yang sudah memiliki program acara televisi yang
bagus dan memiliki reting yang tinggi maka biasanya stasiun televisi lainya
mengikuti gaya tren acara seperti di stasiun yang sudah sukses menayangkan
acara tersebut. Mereka hanya ingin menayangkan acara tersebut untuk bisa
meningkatkan reting acara mereka hingga masyarakat luas menganggap bahwa
stasiun televisinya mampu bersaing dalam sebuah acara.
Dan
acara yang tidak kalah seru di tahun ini yaitu munculnya program acara yang
mengisahkan tentang dunia serigala dan vampire atau tren dengan judulnya yaitu
GGS ( ganteng-ganteng srigala), acara ini bisa dibilang sukses menyedot animo
masyarakat luas terutama kaum muda. Mereka beralasan bukan karna ceritanya yang
menarik atau misterius tapi karna peran adegan-adegan yang ditampilkan itu
diperankan oleh artis-artis cantik dan ganteng, apalagi dibumbui dengan adegan
adegan romantis. Tentu acara ini sangat menghibur bagi kaum muda dan kaum
masyarakat yang menyukai acara tersebut.
Tak
lama kemudian setelah melihat program acara TV sebelah yang begitu melonjak
retingnya maka disusul oleh TV lainya yang sama-sama mebuat acara yang hampir
serupa namun sekedar berbeda judul dan alur ceritanya saja, tetapi garis
besarnya yaitu sama-sama hanya ingin mendongkrak popularitas reting dan bisa
menjadi tontonan yang menarik bagi pemirsanya.
BAB IV
PENUTUP
Pada
zaman sekarang seperti saat ini, banyak bermunculan stasiun televisi, terutama
stasiun TV berjejaringan. Secara
langsung, akan menimbulkan persaingan yang pada akhirnya akan mementingkan
rating tanpa disertai sisi edukatifnya. Tanpa disadari, anak-anak dan remaja
telah terpapar oleh pengaruh dari tayangan televisi yang berujung pada perilaku
di dunia nyata, terutama di sekolah dan lingkungan sekitar.
Ironisnya,
ditengah budaya nonton masyarakat kita, banyak masyarakat yang belum bisa
membadakan mana tayangan dan konten yang berkualitas atau tidak. Apalagi pada
anak-anak yang sejak kecil dibiasakan nonton TV tanpa bimbingan orang tua tanpa
disertai pengawasan orang tua. Nah, disitulah diperlukan pentingnya literasi
media sejak dini.
Literasi
media adalah penilaian masyarakat terhadap suatu konten yang ditayangkan di
media. Misalkan jika di TV yaitu dengan penilaian tersebut, akan tahu suatu
konten yang aman atau tidak untuk seluruh kalangan, terutama anak-anak dan
remaja. Terlebih banyak kalangan yang sudah menyadari bahaya tayangan yang
tidak berkualitas dan menjadikan tontonan serta informasi sebagai tuntunan
hidup, serta salah satu sumber untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan. Secara
tidak langsung, ilmu yang didapat dari televisi akan berguna untuk kehidupan
nantinya.
Penilaian
suatu konten di media memang sangat penting untuk melindungi masyarakat
Indonesia dari hal-hal yang dapat merusak bangsa sehingga mengancam
keberlangsungan generasi bangsa yang baik. Dengan pengetahuan tentang penilaian
terhadap suatu konten, niscaya masyarakat hanya memilih tayangan dan konten
yang baik sekaligus menginspirasi dan edukatif.
DAFTAR PUSTAKA
Badjuri
Adi, Jurnalistik Televisi, Graha Ilmu, Yogyakarta : 2010. Hlm 5
Baksin
Aksurifai, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, Simbiosa Rekatama Media,
Bandung : 2013.Hlm 7
Baksin
Aksurifai, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, Simbiosa Rekatama Media,
Bandung : 2013.Hlm 7
TM.
Dhani Iqbal dan Erica L.Panjaitan, Matinya Reting Televisi, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta : 2006. Hlm 1
Morrissan,
Manajement Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio & Televisi, Kencana,
Jakarta : 2008. Hlm 9
Baksin
Aksurifai, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, Simbiosa Rekatama Media,
Bandung : 2013.hlm 56
Riswandi , Dasar-Dasar Penyiaran, Graha ilmu,
Yogyakarta: 2009. Hlm 14
Kuswandi
Wawan , Komunikasi Massa Analisis Interaktif Budaya Massa, PT Rineka Cipta,
Jakarta : 2008. Hlm 18
Kuswandi
Wawan, Komunikasi Massa analisis interaktif budaya massa, PT Rineka Cipta,
Jakarta : 2008. Hlm 6
Kuswandi
Wawan , Komunikasi Massa analisis interaktif budaya massa, PT Rineka Cipta,
Jakarta : 2008. Hlm 120
LAMPIRAN
[1]
Adi Badjuri, Jurnalistik Televisi, Graha Ilmu, Yogyakarta : 2010. Hlm 5
[2]
Aksurifai Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, Simbiosa Rekatama
Media, Bandung : 2013.Hlm 7
6 Aksurifai
Baksin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik, Simbiosa Rekatama Media,
Bandung : 2013.hlm 56
8 Drs. Wawan
Kuswandi, Komunikasi Massa Analisis Interaktif Budaya Massa, PT Rineka Cipta,
Jakarta : 2008. Hlm 18
0 comments:
Posting Komentar